Mataram NTB — Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) kembali mengungkap kasus yang mengusik nurani, yakni dugaan eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur. Kasus ini melibatkan dua orang dewasa, salah satunya justru kakak kandung dari korban.
Kasubdit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati, Selasa (10/6/2025), menjelaskan jika kasus ini terungkap setelah korban yang berusia 13 tahun, sebut saja Bunga (nama samaran), melahirkan dan kemudian mengungkapkan kejadian yang dialaminya kepada tim asesmen.
“Modusnya cukup memilukan. Tersangka ES, kakak dari korban sendiri, menjanjikan sebuah hadiah berupa handphone. Iming-iming ini menjadi awal dari rangkaian pertemuan antara korban dan tersangka lainnya, inisial MAA,” ungkap AKBP Made Puja dalam konferensi pers sore tadi.
Disebutkan, pertemuan terjadi di salah satu hotel berbintang di Kota Mataram. Dalam pertemuan tersebut, korban mengalami pelecehan seksual yang diduga terjadi berulang kali, bahkan hingga empat kali.
“Setelah korban dipertemukan, tersangka MAA memberikan sejumlah uang, senilai total Rp8 juta, kepada ES. Transaksi ini menunjukkan adanya eksploitasi seksual sekaligus ekonomi terhadap anak,” ujar Pujawati.
Berdasarkan hasil penyidikan, pihak kepolisian menetapkan ES dan MAA sebagai tersangka pada 10 Juni 2025. ES dikenakan Pasal 12 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), sementara MA dijerat Pasal 88 juncto Pasal 76i Undang-Undang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Pihak kepolisian juga masih mendalami kemungkinan adanya korban lain, mengingat modus pelaku terindikasi dilakukan secara berulang. Bahkan, menurut informasi yang berkembang, ES sendiri diduga pernah melakukan hal serupa dengan MAA, yang menambah rumitnya dinamika psikologis kasus ini.
Mengingat ES memiliki bayi berusia 2 bulan, pihak kepolisian mempertimbangkan penempatan khusus untuk proses hukum, meskipun tetap menjalankan upaya paksa sesuai prosedur.
“Kami tetap mengedepankan aspek kemanusiaan, namun tidak akan mengabaikan penegakan hukum. Jadi ES kami tahan di tempat penahanan khusus,” tegas AKBP Puja.
Pihak kepolisian juga telah melakukan penyitaan terhadap dokumen dan alat bukti digital, seperti ponsel, yang menguatkan dugaan keterlibatan para tersangka.
Sementara Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Universitas Mataram Joko Jumadi, S.H., M.H. mengungkapkan hal yang mengejutkan, di hotel dimana terjadinya kasus, identitas resmi MAA tidak terekam.
“Sempat sulit kami lacak, karena pelaku hanya dikenal dari nama panggilan. Tapi berkat kesaksian korban dan pemeriksaan jejak digital, kami bisa mengidentifikasi pelaku, yang ternyata adalah seorang pengusaha,” ujar Joko Jumadi, pegiat perlindungan anak yang turut memantau kasus ini.
Kasus ini menjadi pengingat, betapa pentingnya pengawasan terhadap anak-anak dan peran keluarga dalam melindungi mereka. Jika Anda mengetahui atau mencurigai adanya tindakan kekerasan terhadap anak di sekitar Anda, jangan ragu untuk melapor ke pihak berwajib atau lembaga perlindungan anak terdekat.