Mengenal Cara Kerja Propaganda Digital dan Opini Publik

Mengenal Cara Kerja Propaganda Digital dan Opini Publik
Mengenal Cara Kerja Propaganda Digital dan Opini Publik (www.freepik.com)

13. Dampak Polarisasi yang Tajam di Masyarakat Luas

Salah satu dampak paling menyedihkan dari propaganda berbasis algoritma adalah polarisasi yang tajam di tengah masyarakat. Orang tidak lagi sekadar berbeda pendapat, tetapi mulai melihat mereka yang berbeda pandangan sebagai musuh atau ancaman. Diskusi yang sehat menjadi barang langka karena setiap pihak sudah merasa memiliki kebenaran mutlak yang didukung oleh “fakta” dari gelembung informasi masing-masing.

Polarisasi ini dapat merusak tatanan sosial, mulai dari perpecahan di dalam keluarga hingga ketegangan di tingkat nasional. Ketika komunikasi antar kelompok terputus, empati pun hilang. Media sosial, yang awalnya diharapkan dapat menyatukan dunia, justru sering kali menjadi alat yang memecah belah karena narasi propaganda yang terus dipompa oleh algoritma.

14. Peran Algoritma dalam Menciptakan Tren Viral yang Terarah

Sering kali kita menganggap sesuatu menjadi viral secara alami karena kualitas kontennya. Namun, dalam banyak kasus, tren viral bisa diciptakan atau setidaknya diarahkan oleh algoritma dan aktor di baliknya. Dengan memicu interaksi awal yang besar melalui bot atau jaringan tertentu, sebuah isu bisa didorong untuk masuk ke dalam daftar “trending” atau populer.

Baca Juga :  Kolaborasi Seni yang Menyentuh: Wayang Sasak Botol Anak SLB Hipnotis Penonton di Taman Budaya

Begitu sebuah isu menjadi tren, media arus utama sering kali ikut meliputnya, yang kemudian memberikan validasi lebih lanjut. Proses ini menciptakan siklus di mana opini publik digiring untuk membicarakan topik tertentu yang mungkin sebenarnya tidak terlalu penting, namun menguntungkan pihak-pihak tertentu yang ingin mengalihkan perhatian atau membentuk narasi khusus.

15. Penggiringan Opini Melalui Peran Strategis Pemengaruh

Influencer atau pemengaruh memiliki peran sentral dalam ekosistem propaganda modern. Berbeda dengan politisi atau juru bicara resmi, influencer memiliki kedekatan emosional dan tingkat kepercayaan yang tinggi dari pengikutnya. Ketika seorang influencer menyisipkan pesan-pesan tertentu dalam konten gaya hidup mereka, pesan tersebut sering kali diterima mentah-mentah oleh pengikutnya.

Baca Juga :  Peduli Kebersihan Lingkungan, Anggota Polsek Sandubaya Turut Serta Gotong Royong di Pasar Mandalika 

Penggiringan opini melalui influencer terasa lebih organik dan tidak seperti propaganda pada umumnya. Audiens merasa sedang mendengarkan saran dari seorang teman, sehingga pertahanan kritis mereka cenderung menurun. Hal ini dimanfaatkan oleh banyak pihak untuk menyelipkan agenda tertentu ke dalam budaya populer agar lebih mudah diterima oleh generasi muda khususnya.

16. Sensor Halus Terhadap Konten Lawan Melalui Sistem Penurunan Jangkauan

Propaganda tidak hanya tentang menyebarkan pesan sendiri, tetapi juga tentang membungkam pesan lawan. Media sosial terkadang melakukan apa yang disebut sebagai shadow banning atau penurunan jangkauan secara halus terhadap konten-konten tertentu. Tanpa perlu menghapus unggahan secara terang-terangan, sistem algoritma bisa membuat sebuah konten menjadi sulit ditemukan atau tidak muncul di beranda orang lain.

Sensor halus ini jauh lebih berbahaya karena tidak terlihat. Pengguna mungkin merasa tetap bebas berbicara, namun suaranya sengaja “dikecilkan” oleh sistem. Hal ini menciptakan ketimpangan informasi di mana satu narasi mendominasi ruang publik sementara narasi penyeimbang tenggelam dalam kesunyian digital.

Baca Juga :  Upaya Melindungi Musik Tradisional Indonesia

17. Teknik Pengalihan Isu Publik untuk Menutupi Masalah Utama

Salah satu teknik klasik dalam propaganda adalah pengalihan isu atau red herring. Di media sosial, teknik ini dilakukan dengan cara membanjiri ruang publik dengan isu-isu baru yang kontroversial namun kurang esensial saat ada masalah besar yang sedang menimpa pihak tertentu. Algoritma membantu mempercepat proses ini dengan memviralkan isu pengalih tersebut.

Dalam hitungan jam, fokus perhatian masyarakat bisa berpindah dari masalah kebijakan publik yang serius ke perdebatan remeh-temeh tentang kehidupan pribadi seseorang atau fenomena viral yang tidak relevan. Kecepatan arus informasi di media sosial membuat masyarakat mudah lupa dan mudah teralihkan, sebuah kondisi yang sangat menguntungkan bagi mereka yang ingin menghindari pengawasan publik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *