Lombok Barat — SMP Negeri 4 Kuripan, Kabupaten Lombok Barat kini menjadi salah satu sekolah yang berhasil mengembangkan pendekatan inovatif dalam membentuk karakter siswanya. Melalui strategi “Intervensi 4 Si”, sekolah ini mampu mentransformasi pola pikir dan perilaku siswa menuju pembentukan 8 Dimensi Profil Pelajar Pancasila (8 DPL), seperti berpikir kritis, kreatif, mandiri, beriman, berakhlak mulia, dan komunikatif.
Kepala SMPN 4 Kuripan, Mohammad Wajdi, menjelaskan bahwa program ini berangkat dari keprihatinan terhadap kondisi karakter dan pola pikir siswa yang cenderung masih statis. Berdasarkan hasil angket terhadap 91 siswa dari kelas VII B, VIII B, dan IX B, ditemukan bahwa 60,44 persen siswa masih memiliki pola pikir tetap (fixed mindset), sementara hanya 39,56 persen yang menunjukkan pola pikir bertumbuh (growth mindset).
“Banyak siswa yang mudah menyerah, takut salah, dan kurang percaya diri ketika diminta tampil di depan umum. Mereka lebih memilih diam daripada berani mencoba,” ungkap Wajdi.
Salah seorang Guru PPKn, Ely, menambahkan bahwa sebagian besar siswa masih membaca teks tanpa mengembangkan pemahaman dengan kata-kata sendiri. Kondisi ini menunjukkan perlunya intervensi yang menyentuh akar persoalan, yakni pembentukan karakter dan pola pikir.
Tantangan Transformasi Karakter
SMPN 4 Kuripan menghadapi berbagai tantangan dalam menumbuhkan karakter pelajar yang sesuai dengan nilai-nilai 8 DPL. Selain lemahnya motivasi belajar siswa, keterlibatan orang tua dalam proses pendidikan juga masih terbatas.
Padahal, menurut Wajdi, orang tua memegang peran besar dalam pembentukan karakter anak, karena sebagian besar waktu mereka dihabiskan di rumah. “Tanpa keterlibatan orang tua, pembentukan karakter akan timpang. Sekolah dan rumah harus menjadi dua ruang belajar yang saling melengkapi,” ujarnya.
Intervensi 4 Si: Formasi, Integrasi, Apresiasi, Dan Refleksi
Menjawab tantangan tersebut, sekolah merancang strategi “Intervensi 4 Si”, yakni Formasi, Integrasi, Apresiasi, dan Refleksi, sebagai pendekatan komprehensif untuk membangun karakter siswa secara berkelanjutan.
1. Formasi (Memformasi Pola Pikir)
Tahap ini dimulai dari perubahan mindset guru dan orang tua agar memahami pentingnya menekankan proses dibandingkan hasil akhir. Guru dan orang tua dilibatkan dalam berbagai kegiatan pelatihan serta forum komunikasi, sehingga mereka menjadi teladan dalam menanamkan pola pikir bertumbuh kepada siswa.
2. Integrasi (Pengintegrasian Nilai Karakter)
Nilai-nilai karakter kemudian diintegrasikan ke seluruh kegiatan sekolah.
Intrakurikuler: siswa didorong berpikir kritis melalui pembelajaran berbasis masalah, kreatif lewat proyek menulis, komunikatif lewat presentasi, dan mandiri melalui tugas individu.
Ekstrakurikuler: kegiatan pramuka, OSIS, dan seni dijadikan wadah menumbuhkan kolaborasi, kepemimpinan, dan rasa kebersamaan.
Pembiasaan Harian: kegiatan religius seperti salat berjamaah, tausiah, serta program 7 KAIH (Kebersihan, Aman, Indah, dan Harmonis) membentuk karakter spiritual dan sosial siswa. Program Aksi Bergizi dan SAIH turut menanamkan gaya hidup sehat.
3. Apresiasi (Penghargaan Proses)
Apresiasi diberikan bukan hanya pada hasil akhir, tetapi juga pada usaha dan kemajuan kecil siswa. Prinsip ini membuat siswa merasa dihargai dan termotivasi untuk terus berusaha. “Dengan penghargaan terhadap proses, siswa jadi lebih berani mencoba dan tidak takut gagal,” jelas Wajdi.












