Sinergi Penegak Hukum di Mataram: Rapat Koordinasi Diljakpol Samakan Persepsi Implementasi KUHP Baru 2026

  • Bagikan

MATARAM, NTB – Menjelang pemberlakuan resmi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional pada awal tahun mendatang, Kejaksaan Negeri Mataram mengambil langkah proaktif untuk menjamin kepastian hukum di wilayahnya. Melalui forum Rapat Koordinasi Pengadilan, Kejaksaan, dan Kepolisian (Diljakpol), lembaga penegak hukum di wilayah hukum Mataram berkumpul untuk menyelaraskan pemahaman terkait transisi regulasi pidana yang fundamental tersebut.

Kegiatan strategis ini dilaksanakan di kantor Kejaksaan Negeri Mataram dengan menghadirkan seluruh elemen penting dalam sistem peradilan pidana terpadu (Integrated Criminal Justice System). Pertemuan ini menjadi krusial mengingat KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023) akan mulai berlaku efektif pada 2 Januari 2026, menggantikan KUHP lama yang merupakan warisan kolonial.

Menyelaraskan Langkah di Masa Transisi Hukum

Rapat koordinasi ini tidak hanya melibatkan aparat internal Kejaksaan, tetapi juga mengundang para penyidik dari Kepolisian Resor (Polres) di wilayah hukum Mataram, Ketua Pengadilan Negeri Mataram, serta penyidik dari berbagai lembaga sektoral lainnya. Tampak hadir perwakilan penyidik dari Badan Narkotika Nasional (BNN), Bea Cukai, Imigrasi, hingga Badan Karantina.

Fokus utama pembahasan adalah mengenai penerapan pasal-pasal dalam penanganan perkara selama masa transisi. Mengingat sisa waktu yang singkat menuju Januari 2026, penegak hukum harus memiliki standar yang sama dalam menentukan apakah suatu perkara akan menggunakan ketentuan lama atau mulai mengadopsi semangat pembaharuan dalam KUHP nasional.

Kepala Kejaksaan Negeri Mataram, Dr. Gde Made Pasek Swardhyana, menjelaskan bahwa pertemuan ini bertujuan untuk meminimalisir disparitas pemahaman antara penyidik, penuntut umum, hingga hakim saat perkara tersebut masuk ke meja hijau.

“Sejauh ini kami telah menemukan kesepakatan bersama, terutama mengenai alur dari tahapan penyidikan oleh rekan-rekan kepolisian dan penyidik PNS dengan Penuntut Umum, serta bagaimana koordinasi antara Penuntut Umum dengan pihak Pengadilan saat perkara dilimpahkan nanti,” ujar Dr. Gde Made Pasek di sela-sela kegiatan.

Mekanisme Penerapan Pasal di Tahun 2025 dan 2026

Salah satu poin paling krusial yang dibahas adalah batasan waktu kejadian perkara (tempus delicti). Mengingat hukum pidana mengenal asas legalitas dan asas transisi, Kejari Mataram memberikan panduan teknis bagi para penyidik lapangan agar tidak terjadi kerancuan administratif maupun substansial.

Dr. Gde Made Pasek Swardhyana memberikan penegasan terkait skema penanganan perkara yang terjadi di penghujung tahun 2025 ini. Beliau menekankan bahwa proses penyidikan masih mengacu pada aturan yang berlaku saat peristiwa itu terjadi.

“Untuk peristiwa hukum yang terjadi dalam tahun 2025 sampai dengan tanggal 1 Januari 2026, tetap dilakukan penyidikan berdasarkan KUHP lama. Nanti, pada saat pelimpahan yang terjadi di tahun 2026, akan kita juncto-kan dengan ketentuan dalam KUHP baru,” jelas Kajari Mataram tersebut.

Hal ini mengacu pada prinsip hukum bahwa perubahan perundang-undangan di tengah proses hukum harus mempertimbangkan perlindungan hak asasi manusia dan keadilan bagi terdakwa. Kajari menambahkan bahwa penentuan hukuman atau pemidanaan akan dilakukan secara cermat oleh jaksa dan hakim.

“Mengenai hukuman, tentu akan mempertimbangkan pemidanaannya dengan melihat ketentuan yang berlaku. Prinsipnya, sepanjang aturan baru tersebut memberikan ketentuan yang lebih menguntungkan kepada terdakwa atau terpidana, maka itu yang akan menjadi pertimbangan utama,” tambahnya.

Penguatan Sinergi melalui MoU Kejaksaan Agung dan Polri

Selain diskusi teknis, kegiatan ini juga dirangkaikan dengan penyaksian penandatanganan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) secara virtual antara Kejaksaan Agung Republik Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Video konferensi ini diikuti secara saksama oleh seluruh pimpinan instansi penegak hukum yang hadir di Mataram.

MoU tersebut menjadi payung hukum besar yang memperkuat kolaborasi di tingkat pusat hingga ke daerah. Dengan adanya kesepakatan antara Jaksa Agung dan Kapolri, koordinasi di level operasional seperti di Mataram diharapkan semakin solid, terutama dalam menghadapi dinamika hukum nasional yang baru.

Langkah Kejaksaan Negeri Mataram melalui rapat Diljakpol ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi wilayah lain di Nusa Tenggara Barat dalam mempersiapkan diri menghadapi pergeseran paradigma hukum pidana. Dengan persepsi yang sama, diharapkan tidak ada hambatan berarti dalam pelayanan hukum bagi masyarakat saat kalender berganti ke tahun 2026.

Melalui sinergi antara Kejaksaan, Kepolisian, Pengadilan, dan instansi penyidik lainnya, penegakan hukum di Mataram dipastikan akan tetap berjalan stabil, akuntabel, dan mengedepankan keadilan bagi seluruh masyarakat di tengah pembaharuan besar undang-undang pidana nasional.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *