Mataram, NTB – Dalam upaya mendukung Program Asta Cita pemerintah, Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) melalui Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit. Reskrimum) berhasil mengungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan dua tersangka. Kedua tersangka, SE dan WS, telah diamankan bersama barang bukti di Tahti Polda NTB, dengan total korban mencapai 28 orang.
Pengungkapan kasus ini disampaikan langsung oleh Polda NTB dalam konferensi pers yang digelar di Command Center Polda NTB pada Senin, 11 November 2024. Kegiatan tersebut dipimpin oleh Direktur Reskrimum Polda NTB, Kombes Pol. Syarif Hidayat, didampingi Kabid Humas Polda NTB AKBP Mohammad Kholid SIK, serta perwakilan dari Disnakertrans NTB dan sejumlah korban yang turut hadir.
“Pengungkapan ini adalah bukti nyata keseriusan Polda NTB dalam memberantas TPPO di wilayah hukum NTB,” ujar AKBP Mohammad Kholid. Ia juga menjelaskan bahwa langkah ini sejalan dengan prioritas Satgas TPPO dalam Program Asta Cita pemerintah yang difokuskan pada perlindungan warga dari tindak kejahatan perdagangan orang.
Kombes Pol. Syarif Hidayat menjelaskan, kasus ini terungkap berkat informasi dari masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti oleh tim penyidik dengan serangkaian penyelidikan. Berdasarkan hasil penyelidikan, ditemukan bukti-bukti yang menguatkan adanya praktik perdagangan orang hingga penetapan dua tersangka.
Tersangka pertama, SE, merupakan Direktur PT RSEI yang beralamat di Kabupaten Lombok Timur, sementara tersangka kedua, WS, adalah pemilik Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) di Kecamatan Ampenan, Kota Mataram. WS diduga menarik biaya dari para korban dengan iming-iming akan memberangkatkan mereka untuk magang ke Jepang melalui PT milik SE. Para korban yang berasal dari berbagai daerah di NTB telah membayar biaya sebesar 30-49 juta rupiah kepada WS, namun keberangkatan mereka tidak terealisasi sejak Desember 2023.
Dari 28 korban, 17 di antaranya telah melapor ke polisi. Barang bukti yang diamankan termasuk dokumen persyaratan kerja, kwitansi penerimaan uang, bukti transfer, serta buku tabungan yang terkait dengan aktivitas tersangka.
Atas tindakan ini, kedua tersangka dijerat dengan pasal 11 Jo Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, serta pasal 81 Jo Pasal 69 UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI, dengan ancaman hukuman 3 hingga 15 tahun penjara dan denda antara 120 juta hingga 600 juta rupiah.
Dengan pengungkapan kasus ini, Polda NTB menegaskan komitmennya untuk terus melindungi warga NTB dari tindak kejahatan perdagangan orang dan memberantas jaringan yang terlibat dalam kasus TPPO.












