Koperasi Merah Putih, Terobosan Pemerintah Pusat untuk Kemajuan Ekonomi Desa

MATARAM – Program nasional Koperasi Merah Putih (Kopdes) kini menjadi perhatian publik, terutama karena peran strategisnya dalam mendorong ekonomi desa melalui pendekatan koperasi berbasis masyarakat.

Namun, meski digadang-gadang sebagai solusi jangka panjang untuk pemerataan pembangunan, implementasinya di lapangan menuai beragam respons. Antara optimisme pemerintah daerah, semangat kepala desa, hingga catatan kritis dari kalangan akademisi.

Pemerintah Provinsi NTB: Kopdes untuk Putus Rantai Ekonomi yang Merugikan Desa

Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Nusa Tenggara Barat, Ahmad Mashuri, menjelaskan bahwa kehadiran Kopdes di NTB dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di desa-desa dan memutus rantai distribusi yang terlalu panjang dan merugikan masyarakat desa.

“Tujuan koperasi merah putih untuk mempermudah atau mempercepat peningkatan ekonomi masyarakat, terutama di desa,” ujarnya, Rabu (18/6/2025).

Baca Juga :  Santri Penghafal Al-Qur'an dan Kaum Dhuafa di Sumbawa Senang, Dapat Bantuan dari PLN

Mashuri menyebut, selama ini masyarakat desa kerap dirugikan karena keterbatasan akses terhadap pasar maupun barang kebutuhan pokok.

“Mereka menjual hasil produksinya lebih murah dari yang seharusnya, tapi saat membeli barang, justru lebih mahal. Ini yang harus diputus, dan koperasi hadir sebagai penyedia barang serta membantu penjualan hasil pertanian,” jelasnya.

Tak hanya sektor perdagangan dan pertanian, Kopdes juga dirancang mencakup layanan kesehatan hingga pergudangan.

“Klinik akan menjadi salah satu unit usaha Kopdes, yang harus memiliki dokter, bidan, perawat. Bahkan akan ada apotek. Kami juga dorong pembangunan cold storage agar petani bisa menunggu harga membaik sebelum menjual hasilnya,” tambah Mashuri.

Hingga Juni 2025, tercatat dari 1.166 desa dan kelurahan di NTB, sebanyak 1.165 sudah melaksanakan musyawarah desa khusus (Musdesus).

“Sudah ada 1.664 pengajuan pembentukan badan hukum koperasi, dan 551 di antaranya telah berbadan hukum,” katanya.

Baca Juga :  Patroli Preventif Polres Lombok Barat Jaga Keamanan Pilkada 2024

Sementara itu, Kepala Desa Darmaji, Suhaidi, menegaskan bahwa program Kopdes di wilayahnya berjalan tanpa hambatan berarti.

“Alhamdulillah tidak ada kendala yang terlalu berarti. Kita sudah jelaskan ke masyarakat bahwa koperasi merah putih merupakan program yang baik dari pemerintah,” ujar Suhaidi.

Ia menyebut bahwa proses pembentukan badan hukum koperasi di desanya sudah rampung, dan kini tinggal merapikan unit bisnis oleh pengurus. Yang menarik, Suhaidi menekankan pentingnya profesionalisme dan independensi pengurus koperasi.

“Pengurus bukan dari unsur pejabat desa, juga bukan keluarga dekat kepala desa. Banyak SDM muda di desa kami, bahkan ada yang baru lulus kuliah dan punya gagasan bagus untuk membangun ekonomi desa,” katanya.

Terkait sumber pendanaan, Suhaidi menjelaskan bahwa dana desa bisa menjadi sumber pembiayaan awal, selain dari CSR dan iuran anggota.

Baca Juga :  Perangkat Desa Babussalam Komitmen Jaga Damai Pilkada Lombok Barat

“Koperasi ini memiliki skema simpanan pokok dan simpanan wajib yang menjadi modal awal. Awalnya ada beberapa kepala desa yang tidak sepakat karena merasa akan mengganggu dana desa, tapi setelah tahu sumber pendanaannya, bisa diterima,” terangnya optimis.

Konsep Ideal Vs Realitas Lapangan

Namun pandangan berbeda datang dari Dr. Maharani, peneliti dari Lombok Riset Center (LRC). Berdasarkan temuan risetnya terhadap 108 desa sampel di Indonesia, mayoritas pemerintah desa justru tidak setuju dengan pelaksanaan Kopdes.

“76 persen tidak setuju, 21 persen setuju, dan 3 persen tidak tahu. Ini menarik dan harus jadi bahan evaluasi ke depan. Kadang-kadang kita diskusi di warung kopi, tapi hasilnya jadi kebijakan skala nasional,” ujar Maharani dengan nada kritis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *