Jakarta – Indonesia memiliki kekayaan musik tradisional yang punya membawa nilai budaya dan unik. Keunikan ini membuat banyak orang dari mancanegara tertarik untuk mempelajari musik tradisional nusantara. Lalu, bagaimana pelindungan musik tradisi di tengah gempuran musik asing di Indonesia?
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang menyadari pentingnya pelindungan musik tradisional telah memberikan izin operasional untuk tiga Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) untuk lagu/musik tradisional. Menurut Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Anggoro Dasananto, LMK ini sangat penting untuk memberikan pelindungan hak cipta dan komersialiasi musik tradisional di Indonesia.
“Banyak sekali karya-karya baru dari musisi tradisional karena jumlah musisi ini juga sangat banyak di Indonesia. Pemerintah melalui Kemenkumham ingin memberikan pelindungan terhadap karya-karya ini agar tetap lestari, serta manfaat ekonominya dapat dirasakan para musisi,” ujar Anggoro pada Sabtu, 9 Maret 2024 di Jakarta.
Adapun LMK Langgam Kreasi Budaya, LMK Citra Nusa Swara, dan LMK Prokarindo Utama diharapkan Anggoro juga dapat meningkatkan gairah musik tradisional di Indonesia karena setidaknya kini ada wadah untuk mengelola royalti dan lisensi musik tradisional. Sebab menurutnya, musik tradisional masih sangat sering digunakan dalam acara-acara pemerintah, atau upacara adat dan pernikahan.
“Apabila ada acara yang menggunakan musik tradisional, penyelenggara acara tinggal membayar agar bisa menggunakan lagu sehingga musisi tradisional juga bisa sejahtera dan merasa diapresiasi,” lanjutnya.
Sementara itu, Gilang Ramadan, drummer Indonesia yang memiliki selera musik tradisional, mengapresiasi dukungan Kemenkumham dalam langkah pelindungan itu. Dia setuju bahwa musisi tradisional perlu diberikan wadah yang bisa mengelola royalti sekaligus melestarikan musik asli Indonesia.
“Awal pemikiran untuk mendirikan LMK musik tradisional ini pada awal pandemi melalui kongres. Kami menyadari bahwa LMK sangat penting agar musik tradisional tidak hilang karena kalau hilang bahayanya adalah kita hanya akan jadi penonton saja ketika orang luar negeri bisa memainkan musik Indonesia,” ujar Gilang saat diwawancarai pada 8 Maret 2024.
Menurut Gilang, peminat musik tradisional Indonesia di luar negeri cukup banyak sehingga banyak pula musisi musik ini memilih menjadi dosen atau tampil di luar negeri. Mereka juga mendapatkan apresiasi dan kesejahteraan yang lebih baik.
“Meski sudah ada LMK musik nusantara, masih banyak hal yang perlu dikerjakan agar seluruh musisi, pengguna, dan pemerintah di tingkat provinsi dan daerah memahami pentingnya melindungi musik tradisi dan membayar royalti melalui LMK Nasional. Mungkin ke depannya, ada insentif atau kewajiban memutar musik tradisional pada acara-acara tertentu di daerah sehingga gairah musisi untuk menggeluti bidang ini juga meningkat,” lanjutnya.
Gilang berharap di masa depan musik tradisional akan mendapat tempat lebih banyak di hati masyarakat Indonesia. Dia berharap lebih banyak juga orang yang tertarik memainkan alat musik tradisional agar budaya tidak punah.
Pada Hari Musik Nasional 2024 ini, Gilang berharap perayaan ini tidak hanya dapat dinikmati oleh musisi yang berada di kota-kota besar dan yang menikmati lagu dari genre mainstream saja. Selaras dengan Gilang, Anggoro juga berharap Hari Musik Nasional dapat dijadikan momen untuk memberikan perhatian pada musik tradisional sehingga akan muncul musisi baru seperti Didi Kempot atau Ki Nartosabdo.
“Mari rayakan Hari Musik Nasional 2024 dengan menghargai dan menikmati musik-musik dalam negeri dan tradisional!” pungkasnya.