Berita NTBHukum & KriminalTerkini

Paralegal Minta Penangguhan Penahanan dan Peninjauan Status Tersangka WS dalam Kasus TPPO

×

Paralegal Minta Penangguhan Penahanan dan Peninjauan Status Tersangka WS dalam Kasus TPPO

Share this article

Mataram, 13 November 2024 – Haifa Akbar, paralegal dari WS (45), seorang perempuan yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), mengajukan permohonan penangguhan penahanan dan peninjauan status tersangka bagi kliennya. Haifa menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap WS masih dianggap terlalu dini dan perlu ditinjau lebih lanjut.

Sebagai pengajar sekaligus perekrut di Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Wahyu Yuha, Ampenan, WS sebelumnya diduga menjanjikan penempatan kerja di Jepang kepada beberapa murid LPK-nya. Berdasarkan keterangan dari pihak kepolisian, WS terlibat dalam dugaan kasus perdagangan orang dengan menarik biaya pelatihan senilai Rp25 juta dari para calon pekerja.

Haifa Akbar, yang mewakili kuasa hukum WS, Usep Syarif Hidayat, S.H., menyatakan apresiasinya atas kinerja Polda NTB, namun mempertanyakan dasar dari sangkaan terhadap WS. “Kami telah melayangkan penangguhan penahanan dan sedang menunggu respons dari Polda. Kami juga berencana mengajukan praperadilan untuk peninjauan lebih lanjut,” jelas Haifa.

Dalam laporan tersebut, diketahui sebanyak 17 dari 28 korban melaporkan WS ke Polda NTB dengan tuntutan pengembalian uang pelatihan senilai Rp25 juta. Namun, menurut pihak paralegal WS, berdasarkan kesepakatan awal, uang pelatihan tidak dapat dikembalikan setelah proses pembayaran pelatihan dimulai.

Haifa menambahkan bahwa WS hanya menerima komisi sebesar Rp2,5 juta dari total uang tersebut, sementara sisanya disalurkan ke perusahaan terkait dalam proses penempatan tenaga kerja. “Dari jumlah Rp25 juta, WS hanya menerima Rp2,5 juta sebagai fee. Rasanya tidak tepat jika beliau dituduh terlibat dalam penggelapan dana,” ujarnya.

Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Direktur PT RSEI yang terlibat dalam program tersebut mengaku menerima Rp6,5 juta dari biaya pelatihan. Sisa uang sebesar Rp16 juta kemudian dikirim ke PT Sanusi di Subang, Jawa Barat, yang berperan sebagai Sending Organizer dalam pengiriman tenaga kerja ke Jepang.

Mengingat kerumitan kasus ini, Haifa mendesak Polda NTB agar menangani kasus tersebut dengan profesional dan proporsional. “Kami berharap penegak hukum dapat mengkaji ulang kasus ini secara adil, sehingga pihak yang benar-benar bertanggung jawab yang dikenakan sanksi hukum,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *