Bebandem, Karangasem – Dentuman gendang memecah kesunyian sore di halaman Masjid Jamik Baiturrahim, Banjar Dinas Kecicang Islam, Desa Bungaya Kangin. Ratusan warga berkerumun, menyaksikan tradisi tahunan Gebuk Ende yang digelar dalam rangka perayaan Maulid Nabi Muhammad 1446 H.
Tiga pemuda dengan semangat menabuh gendang, menandai dimulainya pertarungan. Dua ende dari tripleks berdiri kokoh, dikelilingi ratusan batang ilak – tumbuhan keras yang menjadi senjata utama dalam tradisi ini. Dua juri bersiaga di tengah arena, memastikan permainan berjalan sesuai aturan.
Peserta dari berbagai usia, mulai dari anak-anak hingga dewasa, dengan gagah berani melepaskan baju sebagai tanda siap bertarung. Seorang pemuda maju sebagai penantang pertama. Sebelum pertarungan dimulai, kedua peserta bersalaman, menghilangkan segala rasa dendam.
Dengan aba-aba dari juri, pertarungan pun dimulai. Kedua peserta dengan lincah meliuk-liuk, menghindari sabetan ilak sambil mencari celah untuk menyerang balik. Pukulan yang mendarat di punggung justru membakar semangat juang.
Luka lecet dan darah tak terhindarkan. Setiap babak terdiri dari tiga sesi gebuk yang intens. Strategi menghindar dan menyerang menjadi kunci kemenangan. “Bagaimana menghindar dan kapan memukul, itu strategi masing-masing,” ujar Mulyadi, salah satu juri.
Gebuk Ende bukan sekadar pertarungan fisik, melainkan juga simbol semangat dan keberanian. Tradisi ini menjadi momentum penting untuk melestarikan warisan leluhur, sekaligus mempererat tali persaudaraan antar warga.
Di tengah modernitas yang terus berkembang, Gebuk Ende di Banjar Dinas Kecicang Islam tetap terjaga. Semangat dan keberanian yang ditampilkan para peserta menjadi bukti bahwa tradisi leluhur masih memiliki tempat istimewa di hati masyarakat.