Mataram – Tim penasihat hukum Ipda I Gde Aris Chandra Widianto, yang diketuai I Gusti Lanang Bratasuta, S.H., M.H., Senin (3/11/2025), resmi mengajukan eksepsi atau nota keberatan, terhadap surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri Mataram.
Dalam eksepsi setebal 33 halaman itu, Lanang Bratasuta menilai dakwaan jaksa tidak cermat, tidak jelas, dan bahkan menyimpang dari hasil penyidikan. Ia menyoroti hilangnya Pasal 359 KUHP dari dakwaan, padahal pasal itu sebelumnya digunakan sebagai dasar penetapan tersangka, penangkapan, dan penahanan terhadap kliennya.
“Pasal 359 KUHP tiba-tiba raib dalam dakwaan jaksa, padahal pasal itu sangat krusial dan menjadi dasar hukum dalam penahanan klien kami,” kata Lanang Bratasuta.
Menurutnya, perubahan pasal tersebut bukan hanya perbedaan normatif, tapi telah masuk ke substansi hukum yang berpotensi merugikan hak-hak terdakwa. Ia juga menyebut jaksa membangun dakwaan dengan fakta-fakta imajiner, yang tidak ditemukan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
“Jaksa menggambarkan seolah-olah Aris memukul korban empat kali, padahal tidak ada satu saksi pun yang menyatakan hal itu dalam BAP,” tegas Lanang.
Lebih jauh, tim kuasa hukum juga menilai surat dakwaan jaksa kabur (obscuur libel), karena uraian peristiwa dan kesimpulan tidak sinkron. Dalam dakwaan disebut korban mengalami luka di wajah akibat pukulan, namun kesimpulan jaksa justru menyebut korban meninggal karena patah leher dan lidah, yang menurut kuasa hukum justru diakibatkan tindakan saksi lain.
“Kalau luka di wajah dikaitkan dengan patah leher, ini jelas tidak logis. Uraian dan kesimpulan jaksa kontradiktif,” ujar Bratasuta.
Ia pun meminta majelis hakim untuk menyatakan dakwaan jaksa batal demi hukum, karena dianggap tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP, tentang keharusan dakwaan disusun secara cermat, jelas, dan lengkap.
Sidang akan dilanjutkan dengan tanggapan jaksa atas eksepsi dari tim penasihat hukum.












