BeritaEdukasiGaya HidupHukrim

Tuntut Keadilan, Pembela Minta Isabel Tanihaha Dibebaskan dari Dakwaan Korupsi

×

Tuntut Keadilan, Pembela Minta Isabel Tanihaha Dibebaskan dari Dakwaan Korupsi

Sebarkan artikel ini

Mataram – Tim penasihat hukum dari terdakwa kasus dugaan korupsi, Isabel Tanihaha, mengajukan permohonan kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor Mataram agar klien mereka dibebaskan dari seluruh dakwaan yang dituduhkan. Dalam sidang yang membahas pembacaan pleidoi pada Jumat (3/10/2025), tim pembela yang terdiri dari Dr. Defika Yufiandra, SH., MKn, Muhammad Ihwan, SH., MH, Burhanudin SH., MH, Ina Marlina, SH, dan Fadhli al Husaini, SHI., MH menegaskan bahwa tidak terdapat bukti yang menunjukkan adanya tindakan melanggar hukum maupun kerugian negara yang timbul dari perkara ini.

 

Defika Yufiandra menyampaikan bahwa berdasarkan analisis objektif dan yuridis terhadap fakta-fakta persidangan, mereka memohon agar majelis hakim menyatakan terdakwa dalam keadaan bebas (vrijspraak) atau minimal tidak lagi dikenai tuntutan (onslaag van alle recht vervolging).

 

Pembelaan utama mereka berfokus pada status tanah seluas 84.000 meter persegi di Desa Gerimak, Lombok Barat, yang menjadi bagian dari kerja sama operasional (KSO) antara PT Tripat dan PT Bliss Pembangunan Sejahtera. Jaksa penuntut umum menilai kerja sama ini merugikan keuangan daerah karena tanah tersebut merupakan aset milik Pemerintah Kabupaten Lombok Barat.

 

Namun, tim kuasa hukum membantah anggapan tersebut. Mereka menjelaskan bahwa semenjak tanah tersebut diangkat sebagai bagian dari penyertaan modal daerah ke BUMD PT Tripat melalui Perda Nomor 8 Tahun 2010 dan SK Bupati Nomor 1324/16.A/KAD/2013, status tanah tidak lagi sebagai milik daerah melainkan menjadi milik PT Tripat.

 

“Dengan penyertaan modal ini, tanah tersebut telah dialihkan menjadi aset PT Tripat dan pemerintah daerah memperoleh 99 persen saham sebagai bagian dari kekayaan yang dipisahkan. Oleh karena itu, asumsi jaksa sangat keliru,” tegas Defika.

 

Selain itu, mereka menegaskan bahwa kerja sama antara PT Tripat dan PT Bliss dilakukan secara sah secara hukum berdasarkan kesepakatan bisnis antara kedua perusahaan. Tidak adanya klausul durasi maupun kontribusi tetap dalam perjanjian menegaskan bahwa perjanjian tersebut tidak melanggar hukum.

“Kontribusi yang didasarkan pada hasil keuntungan usaha. Jika tidak ada keuntungan, maka tidak ada kewajiban pembayaran. Menetapkan kontribusi tetap tanpa dasar hukum bisa dianggap sebagai pungutan liar,” jelas Ina Marlina.

Kuasa hukum juga menepis tudingan jaksa bahwa penjaminan tanah PT Tripat ke bank merupakan kerugian negara. Mereka menyatakan bahwa aset tersebut tetap utuh, nilainya justru meningkat, dan tidak pernah berpindah tangan.

 

“Kerugian negara yang diklaim jaksa hanyalah potensi kerugian (potential loss). Padahal, potensi kerugian tidak bisa dijadikan dasar tindak pidana korupsi,” kata Fadhli Al Husaini.

Lebih jauh, mereka menyoroti perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) atas permintaan jaksa. Sesuai ketentuan UUD 1945 dan UU Nomor 15 Tahun 2006, hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memiliki kewenangan dalam menetapkan kerugian negara.

“Laporan dari auditor swasta tidak memenuhi standar sebagai alat bukti yang sah. Fakta persidangan membuktikan bahwa tidak ada kerugian negara,” tegas Defika.

 

Selain itu, tim kuasa hukum menambahkan bahwa PT Tripat justru diuntungkan dari kerja sama tersebut. Nilai tanah yang awalnya sekitar Rp22 miliar kini meningkat hingga ratusan miliar rupiah.

 

“Appraisal terakhir menunjukkan nilai tanah dan bangunan di atasnya mencapai Rp350 miliar. Dengan demikian, PT Tripat tidak mengalami kerugian, justru mendapatkan keuntungan besar,” tambah Defika.

 

Berdasarkan seluruh dalil tersebut, tim kuasa hukum yakin bahwa dakwaan jaksa tidak memiliki dasar yang kuat. Mereka pun memohon agar majelis hakim memutuskan untuk membebaskan Isabel Tanihaha dari seluruh dakwaan dan tuntutan pidana yang ada.