BeritaDaerahEdukasiEkonomi

Ketua Bhayangkari Lombok Utara Dorong Terobosan Kesehatan Daerah: Dari Dokter Spesialis hingga Standar Layanan di Gili

×

Ketua Bhayangkari Lombok Utara Dorong Terobosan Kesehatan Daerah: Dari Dokter Spesialis hingga Standar Layanan di Gili

Sebarkan artikel ini

Lombok Utara — Minimnya dokter spesialis, belum optimalnya layanan donor darah, hingga ketiadaan fasilitas kesehatan berstandar internasional di kawasan wisata Gili Trawangan menjadi sorotan Ketua Bhayangkari Cabang Lombok Utara, Ny. Heny Agus Purwanta.

Dalam kegiatan Sosialisasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) bertema Pelayanan Klinis yang digelar Komisi IX DPR RI Fraksi PAN bersama Kementerian Kesehatan RI di Aula UPTD BUD RSUD Lombok Utara, Minggu (3/8/2025), Ny. Heny menyampaikan sejumlah catatan kritis yang menyoroti wajah nyata persoalan kesehatan di daerah ujung utara Pulau Lombok tersebut.

Menurut Ny. Heny, ketersediaan dokter spesialis menjadi pekerjaan rumah yang perlu segera dicarikan solusi menyeluruh. Data terbaru menunjukkan, jumlah dokter spesialis di RSUD Lombok Utara masih sangat terbatas. Beberapa bidang seperti Spesialis Dalam hanya tersedia 2 orang, Spesialis Anak 2 orang, Spesialis Bedah hanya 1 orang, Spesialis Kandungan 1 orang, Spesialis Anestesi 2 orang, Spesialis Mata 1 orang, Spesialis Paru 1 orang, Spesialis Radiologi 1 orang, Spesialis Patologi Klinik 1 orang, Spesialis Mikrobiologi Klinik 1 orang, Bedah Mulut 1 orang, Ortodontis 1 orang, Spesialis Jiwa/Psikiatri 1 orang, dan Spesialis Neurologi 2 orang.

“Memberi insentif besar saja tidak cukup. Pemerintah daerah perlu jemput bola ke perguruan tinggi, menawarkan beasiswa dengan pola ikatan dinas N2+1 bagi putra-putri daerah. Ini bukan sekadar wacana, pola ini pernah berhasil dan harus digalakkan lagi untuk membangun kemandirian tenaga medis,” tegasnya.

Selain itu, Bhayangkari memastikan mendukung penuh kegiatan donor darah sebagai bagian penting menjaga ketersediaan darah sekaligus sarana skrining kesehatan bagi pendonor. Menurut Ny. Heny, donor darah rutin tak sekadar ritual seremonial. “Setiap tetes darah yang kita sumbangkan adalah wujud nyata pengamalan Pancasila — kemanusiaan yang adil dan beradab, juga keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” katanya.

Ia menyoroti pula kondisi layanan kesehatan di tiga Gili — Trawangan, Meno, dan Air — yang sejauh ini masih lebih banyak bergantung pada pihak swasta tanpa standar layanan yang jelas. Padahal, Gili Trawangan dikenal sebagai wajah pariwisata NTB di mata wisatawan dunia.

“Jika NTB ingin mendunia, maka layanan kesehatan bertaraf internasional harus berjalan seiring. Pariwisata dan kesehatan tidak bisa dipisahkan. Kita bisa mencontoh Penang, Malaysia, yang menjadikan wisata kesehatan sebagai keunggulan. Ini peluang besar bagi NTB,” jelas Ny. Heny.

Dalam kesempatan tersebut, Ny. Heny juga menyinggung kasus bayi Alia — balita yang lahir dengan kelainan genetik akibat pernikahan sedarah. Bayi Alia harus dirujuk keluar daerah karena keterbatasan fasilitas dan akhirnya meninggal dunia. Bagi Bhayangkari, kasus ini harus menjadi alarm penting agar edukasi kesehatan keluarga semakin diperkuat.

“Ini bukan hanya tragedi medis, tetapi peringatan bahwa edukasi bahaya pernikahan sedarah harus disuarakan terus-menerus. Bhayangkari siap terjun langsung mendekatkan informasi ke masyarakat hingga ke pelosok,” ujarnya.

Dalam setiap kunjungannya ke desa-desa, Bhayangkari selalu diterima dengan tangan terbuka. Kudapan hasil bumi seperti jagung ketan manis, ubi, kacang rebus, hingga petai segar menjadi saksi keakraban warga Lombok Utara menyambut tamu. “Ini menjadi semangat kami untuk mendengar, memeluk, dan menemani masyarakat menjemput perubahan,” kata Ny. Heny.

Bhayangkari, tambahnya, bukan hanya pendamping keluarga Polri tetapi juga komunikator program pemerintah di tingkat akar rumput. Edukasi rujukan yang tepat, skrining kesehatan melalui donor darah, dan advokasi ke pemerintah daerah untuk menambah rumah sakit di Bayan menjadi bagian dari peran nyata Bhayangkari.

“Saya berharap, lima tahun mendatang angka rujukan pasien ke luar daerah dapat diminimalisir. Budaya hidup sehat harus jadi kebiasaan warga Lombok Utara. Kehadiran Car Free Day di KLU adalah contoh ruang publik baru untuk mempromosikan pola hidup sehat sekaligus mempererat kebersamaan,” tutupnya.

Hingga berita ini ditulis, Kepala Dinas Kesehatan Lombok Utara belum memberikan tanggapan remi setelah di hubungi.

Kerja sama lintas instansi, kehangatan sambutan masyarakat, dan soliditas Forkopimda menjadi modal berharga mewujudkan Lombok Utara bebas dari status 3T — Tertinggal, Terdepan, dan Terluar.

“Bagi kami, setiap langkah kecil menuju masyarakat sehat adalah langkah besar menuju Lombok Utara yang maju,” pungkas Ny. Heny Agus Purwanta.