Gaya HidupHiburanKesehatanOpini

Keteguhan Batin di Zaman yang Bising : Ajakan Reflektif Dr. Dewa Wijaya

×

Keteguhan Batin di Zaman yang Bising : Ajakan Reflektif Dr. Dewa Wijaya

Sebarkan artikel ini

Opini — Di tengah arus deras kehidupan modern yang kian kompleks, penuh tuntutan dan tekanan dari berbagai arah, muncul satu ajakan reflektif dari sosok spiritual-intelektual asal Bali,I Dewa Nyoman Agung Dharma Wijaya . Ia mengajak masyarakat untuk kembali ke dalam diri, menemukan ketenangan, dan melatih ketangguhan batin dengan mempraktikkan filosofi kuno stoicism atau stoikisme.

Dalam pandangannya, stoikisme bukanlah tentang menjadi dingin atau pasrah, melainkan soal membangun kesadaran dan kekuatan untuk mengendalikan reaksi diri terhadap dunia luar. “Hidup ini penuh hal yang tak bisa kita atur. Tapi satu hal yang selalu bisa kita kendalikan adalah cara kita merespons. Jangan mengeluh saat gagal, dan jangan larut dalam kesombongan saat berhasil,” ucap Dr. Dewa Wijaya.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa banyak orang saat ini terlalu sibuk mengejar perubahan eksternal, mengubah keadaan, mengubah orang lain, bahkan mengubah dunia, namun lupa satu hal paling mendasar: mengelola hati dan pikirannya sendiri.

“Seorang stoik sejati memahami bahwa ketenangan tidak datang dari luar, tapi tumbuh dari dalam. Dunia bisa gaduh, badai bisa datang silih berganti, namun pikiran kita tetap bisa setenang danau di pagi hari, jernih, damai, tidak terburu-buru,” katanya dengan nada mendalam.

Ajakan ini bukan tanpa relevansi. Di era ketika gangguan digital, tekanan ekonomi, serta ekspektasi sosial membanjiri pikiran masyarakat, kemampuan untuk berdamai dengan keadaan dan mengatur emosi menjadi sangat penting. Stoikisme, menurut Dr. Dewa Wijaya, dapat menjadi kompas batin bagi siapa pun yang merasa kehilangan arah.

Ia pun menutup pesannya dengan sebuah harapan: bahwa masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, tidak hanya tumbuh menjadi pribadi cerdas, tetapi juga bijaksana. Bijaksana dalam bersikap, tenang dalam menghadapi krisis, dan tangguh dalam menjalani kehidupan yang penuh dinamika.

“Keteguhan sejati bukan soal memenangi perdebatan atau menguasai orang lain, melainkan menguasai diri sendiri. Dari situlah lahir kedamaian yang tidak bisa diambil siapa pun,” pungkasnya.