BeritaEdukasi

NTB Siaga Narkoba: Prevalensi Capai 1,73%, BNNP NTB Ungkap 64.600 Warga Terpapar dan 12 Desa Rawan Narkotika!

×

NTB Siaga Narkoba: Prevalensi Capai 1,73%, BNNP NTB Ungkap 64.600 Warga Terpapar dan 12 Desa Rawan Narkotika!

Sebarkan artikel ini

MATARAM, NTB – Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menghadapi tantangan serius dalam memerangi peredaran narkoba. Data estimasi prevalensi tahun 2023 menunjukkan bahwa angka orang yang terpapar narkoba di NTB mencapai 1,73%, mengindikasikan bahwa peredaran gelap narkotika di Bumi Gora masih cukup tinggi. Jika dikalkulasi, sekitar 64.600 orang di NTB telah terpapar narkoba, sebuah jumlah yang mengkhawatirkan mengingat total 33 juta orang di seluruh Indonesia yang terindikasi menggunakan narkoba.

Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) NTB, Marjuki, S.I.K., M.Si., menjelaskan bahwa data tersebut merupakan hasil penelitian komprehensif. “Karena tahun 2023 itu 1,73%, diatas daripada prevalensi rata rata nasional. Artinya lebih tinggi, atau dikatakan 64.600 orang yang terpapar narkoba di sini,” jelas Marjuki saat menggelar jumpa pers pada Selasa (15/7). Ia juga menambahkan bahwa penelitian (survei) prevalensi terkini masih terus berjalan dan hasilnya kemungkinan akan dirilis pada akhir tahun 2025. Data terbaru ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai situasi terkini peredaran narkoba di NTB.

Penurunan Persentase Pelajar yang Direhabilitasi: Sinyal Positif di Tengah Tantangan

Meskipun angka prevalensi secara keseluruhan masih tinggi, BNNP NTB mencatat adanya sedikit tren positif dalam jumlah pelajar yang mengakses layanan rehabilitasi. Pada tahun 2024, dari total 448 klien yang menjalani rehabilitasi di BNNP NTB dan empat BNN Kabupaten/Kota (BNNK) jajaran, 120 orang di antaranya adalah pelajar, yang berarti sekitar 26,79% dari total klien.

Namun, pada semester I tahun 2025, persentase ini menunjukkan penurunan signifikan. Dari total 388 orang yang direhabilitasi di BNNP dan BNNK jajaran, hanya 62 orang di antaranya adalah pelajar, atau sekitar 16%. Penurunan persentase ini, meski belum mencerminkan penurunan total jumlah pengguna, bisa menjadi indikasi awal keberhasilan program pencegahan di kalangan generasi muda atau pergeseran target operasional yang lebih berfokus pada kelompok usia dewasa.

Secara keseluruhan, jumlah layanan rehabilitasi yang disediakan oleh semua lembaga rehabilitasi, baik milik BNN, Kementerian Kesehatan NTB, maupun swasta, menunjukkan angka yang substansial. Pada tahun 2024, total 1.272 orang telah mengakses layanan rehabilitasi. Angka ini kemudian turun menjadi 513 orang pada semester I tahun 2025.

Marjuki menekankan bahwa data ini hanya mencakup mereka yang secara resmi melapor atau direhabilitasi. “Itu yang lapor ya, atau yang kita direhab. Jadi angka itu yang direhab saja. Artinya, yang gak direhab itu banyak sekali,” terang Marjuki. Pernyataan ini menggarisbawahi fenomena “gunung es”, di mana jumlah kasus yang terdata dan ditangani hanya sebagian kecil dari masalah sebenarnya di lapangan. Banyak sekali individu yang terpapar narkoba namun belum terjangkau oleh program rehabilitasi atau belum berani melapor.

Belasan Desa dan Kelurahan Berstatus Rawan Peredaran Narkoba

Dalam upaya pemetaan dan penanganan, Marjuki juga mengungkapkan adanya 12 desa dan kelurahan di NTB yang masih berstatus rawan peredaran narkoba. Zona merah ini tersebar di berbagai wilayah, menunjukkan bahwa jaringan peredaran narkoba telah menjangkau hingga pelosok daerah.

Di Kota Mataram, kelurahan-kelurahan yang masuk kategori rawan meliputi Kelurahan Abian Tubuh, Kelurahan Karang Taliwang, dan Kelurahan Mandalika. Sementara itu, di Kabupaten Lombok Barat terdapat Desa Buwun Sejati, dan di Lombok Tengah ada Desa Beleka. Lombok Timur memiliki Desa Jerowaru sebagai titik rawan.

Penyebaran juga terjadi di wilayah kepulauan dan utara NTB, dengan Desa Gili Indah dan Desa Bentek di Lombok Utara masuk dalam daftar. Kemudian, di Sumbawa teridentifikasi Desa Serading dan Desa Lekong Kecamatan Alas Barat. Terakhir, di Sumbawa Barat ada Desa Bajar, serta Desa Tumpu Kecamatan Bolo di Kabupaten/Kota Bima.

Penetapan desa dan kelurahan rawan ini menjadi prioritas bagi BNNP NTB dan instansi terkait untuk mengintensifkan upaya pencegahan, pemberantasan, dan rehabilitasi. Strategi penanganan harus lebih terfokus pada wilayah-wilayah ini, melibatkan masyarakat secara aktif, serta meningkatkan koordinasi antarlembaga demi menciptakan lingkungan yang bersih dari narkoba. Perang terhadap narkoba di NTB masih panjang, namun dengan sinergi dan komitmen kuat, harapan untuk menekan angka prevalensi semakin terbuka lebar.