EdukasiGaya HidupHiburanKesehatanOpini

“Dalam Kurang dan Lebih, Kita Belajar Cukup”: Refleksi Dr. Dewa Wijaya Menggugah Makna Hidup Sejati

×

“Dalam Kurang dan Lebih, Kita Belajar Cukup”: Refleksi Dr. Dewa Wijaya Menggugah Makna Hidup Sejati

Sebarkan artikel ini

Jurnal Fokus.com|Opini – Di tengah riuhnya kehidupan modern yang sarat akan persaingan dan ambisi, sebuah refleksi mendalam dari Dr. I Dewa Nyoman Agung Wijaya hadir bagai oase yang menyejukkan. Kutipan bijaknya, “Dalam kurang kita diuji, dalam lebih kita diuji, sampai akhirnya kita paham makna cukup,” sontak menggema dan menyentuh kesadaran banyak orang, mengingatkan bahwa esensi hidup jauh melampaui sekadar kepemilikan materi.

Pernyataan sarat makna ini membuka mata kita pada hakikat ujian kehidupan yang hadir dalam dua wajah: keterbatasan dan kelimpahan. Dalam kondisi kekurangan, Dr. Dewa Wijaya mengingatkan bahwa kesabaran dan rasa syukur menjadi fondasi ketahanan jiwa. Sebaliknya, saat limpahan rezeki menghampiri, ujian sesungguhnya terletak pada kemampuan untuk menghindari jebakan keserakahan dan keangkuhan. Proses dialektika antara kekurangan dan kelebihan inilah yang pada akhirnya mengantarkan kita pada pemahaman mendalam tentang arti “cukup” yang sesungguhnya.

Lebih lanjut, Dr. Dewa Wijaya meluruskan pemahaman umum tentang makna “cukup”. Baginya, “Makna ‘cukup’ bukan diukur dari seberapa banyak yang kita punya, melainkan dari ketenangan dan kepuasan hati atas apa yang kita miliki.” Pesan ini menjadi antitesis bagi gaya hidup konsumtif yang kian merajalela, di mana nilai diri dan kebahagiaan seringkali diukur berdasarkan materi dan pencapaian duniawi semata.

Di tengah pusaran ambisi dan keinginan yang tak berujung, refleksi Dr. Dewa Wijaya hadir sebagai kompas penuntun. Beliau berharap agar masyarakat semakin arif dalam menavigasi kehidupan, mampu memaknai setiap tantangan sebagai peluang untuk bertumbuh, dan tidak tersesat dalam mengejar fatamorgana kebahagiaan yang semu.

Pesan “cukup” dari Dr. Dewa Wijaya bukan berarti berhenti berusaha atau bercita-cita. Sebaliknya, ini adalah ajakan untuk memiliki perspektif yang seimbang, menghargai proses, dan menemukan kedamaian dalam setiap langkah. Ini adalah seruan untuk introspeksi diri, mengenali kebutuhan sejati, dan menemukan kekayaan yang tak ternilai dalam kesederhanaan dan rasa syukur. Di tengah gemerlap dunia modern, refleksi ini menjadi pengingat yang kuat bahwa kebahagiaan sejati bersemi dari hati yang damai dan menerima, bukan dari tumpukan harta dan pencapaian yang tak pernah usai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *