Lombok Barat NTB – Suasana menjelang Iduladha 2025 di Nusa Tenggara Barat (NTB) diwarnai keprihatinan mendalam. Puluhan truk tronton bermuatan sapi kurban menumpuk di Pelabuhan Gili Mas, Lombok Barat, dan Pelabuhan Poto Tano, Sumbawa Barat, menciptakan pemandangan yang memilukan. Para peternak terpaksa berjibaku dengan waktu, menunggu tanpa kejelasan jadwal kapal penyeberangan, sementara nyawa hewan ternak mereka berada di ujung tanduk akibat sengatan panas, kelelahan, dan dahaga.
Sejak kamis malam hingga Jumat (18/4/2025) sore, antrean panjang truk mengular tanpa pergerakan berarti. Situasi ini bagai dejavu, mengulang tragedi serupa yang pernah terjadi beberapa tahun lalu. Namun, kali ini, pil pahit dirasakan lebih dalam dengan adanya laporan satu ekor sapi mati di lokasi lantaran tak kuat menahan panas dan kekurangan air.
Putra, seorang peternak asal Bima, tak dapat menyembunyikan kekecewaannya. “Dari kemarin kami sudah antre, tapi kapal belum juga datang. Ini bukan kali pertama. Tahun lalu terjadi hal yang sama,” keluhnya dengan nada getir.
Di bawah terik matahari yang menyengat, ratusan hewan ternak harus berjuang untuk bertahan. Putra menambahkan bahwa penantian yang tak berujung ini menyebabkan sapi-sapi stres, kehilangan nafsu makan, dan terancam mati sia-sia. Ironisnya, di tengah situasi genting ini, Pemerintah Provinsi NTB dan Dinas Perhubungan seolah menutup mata dan tak menunjukkan langkah konkret untuk mengatasi permasalahan ini.
“Gubernur dan Dinas Perhubungan NTB seharusnya peduli dengan nasib kami. Kami datang dari jauh dengan harapan bisa memasok hewan kurban ke Jakarta, bukan untuk terlunta-lunta tanpa kepastian di pelabuhan,” lanjutnya dengan nada penuh harap agar suaranya didengar.
Lebih dari sekadar kelalaian, insiden ini membuka lebar borok manajemen transportasi dan minimnya kesiapan infrastruktur dasar di pelabuhan. Tanpa fasilitas air bersih dan tempat berteduh yang layak, puluhan sapi terpaksa dibiarkan terpapar panas matahari berjam-jam, bahkan berhari-hari di atas bak truk.
Kabar duka juga dikonfirmasi oleh Sadam, peternak lainnya. “Benar, satu ekor sapi milik warga mati karena kepanasan. Kami sangat kesulitan mendapatkan air bersih untuk minum ternak,” ungkapnya dengan nada prihatin.
Kini, para peternak yang merasa diabaikan mendesak Gubernur NTB untuk segera turun tangan menyelesaikan masalah ini. Mereka menuntut penyediaan fasilitas darurat seperti air bersih dan tempat istirahat yang memadai bagi hewan ternak. Selain itu, mereka juga meminta adanya pengaturan jadwal keberangkatan kapal yang transparan dan terkoordinasi agar kejadian serupa tidak terus berulang setiap tahunnya.
“Kami tidak bisa terus menerus mengalami situasi seperti ini setiap menjelang Iduladha. Pemerintah harus hadir, bukan hanya saat panen pujian, tapi juga saat rakyatnya menderita dan membutuhkan pertolongan,” tegas salah seorang peternak dengan nada penuh harap agar pemerintah segera bertindak. Nasib hewan kurban dan harapan para peternak kini bergantung pada respons cepat dan solusi nyata dari pemerintah daerah.