Lombok Barat- Penyebaran narkotika di wilayah Lombok Barat (Lobar) dinilai merata diseluruh kecamatan hingga melibatkan anak-anak yang menjadi pengedarnya.
Guna memutus laju peredaran Narkoba di Lombok Barat Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) turun gunung mengajak semua tokoh pemuda di Lobar untuk ikut menjadi duta melawan narkoba di lingkungan masing-masing.
” Kami harus bergontong royong bersama semua element sosialisasi untuk nyatakan perang besar-besaran terhadap Narkoba” terang drg. H. Arbain Ishak ketika di hubungi Media ini
H. Arbain merinci bahwa serangan bahaya narkoba itu juga menjadi momok yang sangat menangkutkan karena daya rusaknya terhadap perkembangan anak muda sangat besar sehingga harus ada gerakan bersama untuk melawan untuk menekan angka penyebarannya
“Kita harus selematkan generasi emas lobar dari bahaya narkoba” tegas H. Arbain
Sementata itu, Satnarkoba polres Lombok Barat melalui Kasat Narkoba AKP I Nyoman Diana Mahardika sudah mencatat 23 penemuan kasus narkoba selama dua bulan bertugas.
“Kemarin kami juga melakukan operasi antik yang berhasil mengungkap 9 perkara dengan 10 tersangka,” kata Kasatres Narkoba Polres Lobar, I Nyoman Diana Mahardika kepada Lombok Post usai sosialisasi Narkoba dari Dispora Lobar, pada Senin (5/7) di Batu Layar
Dirinya menyebutkan tidak ada satupun kecamatan yang tidak memiliki kasus Narkoba. Mulai dari Sekotong, Lembar, Kediri, Gerung, Batulayar dan lainnya. Bahkan, yang berhasil ditangkap polres Lobar tidak hanya penyalahgunaan tetapi juga pelaku peredaran narkotika.
“Dari hasil ungkap memang sudah sangat menyebar, bahkan hampir semua,” terangnya.
Sedangkan dari data hasil ungkap pada 2022 dan 2023 masih didominasi oleh usia 20 tahun sampai 35 tahun. Bahkan ada yang usia anak dibawah 18 tahun, yang pada satu tahun terakhir ini tercatat 3 orang anak telah terlibat kasus narkoba.
“Sama seperti saat operasi antik kami menemukan satu orang pelaku dibawah umur,” tandasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Penyuluh Narkoba Ahli Madya di Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) NTB Anggraeni Ninik Murnihati mengatakan, penyalahgunaan narkotika di NTB didominasi oleh remaja di umur produktif seperti pelajar.
“Pelajar banyak menyalah gunakan obat-obatan seperti tramadol dan sebagainya. Sedangkan untuk pekerja banyak menyalahgunakan sabu dan ganja,” kata Anggraeni.
Angka rehabilitasi dan volunteer yang sukarelawan melaporkan diri pun di NTB diakuinya memang terjadi peningkatan dari tahun lalu. Ini bisa diartikan adanya peningkatan kesadaran masyarakat untuk datang berobat dan meminta untuk direhabilitasi.
“Itu meningkat,” singkatnya.
Terlebih lagi, menurutnya ada banyak zat-zat yang tidak termasuk dalam narkotika namun juga membahayakan. Seperti bahanya tumbuhan kecubung, yang saat ini masih menjadi wacana untuk masuk menjadi New Psychoactive Substances (NPS) yang baru.
“Tetapi sampai sekarang masih belum masuk kedalam undang-undang kesehatan nomor 35 yakni daftar zat yang menjadi narkotika. Tetapi masuk kedalam bahan adiktif lainnya,” jelasnya.
Dengan itu, dirinya pun menilai ini perlu menjadi atensi untuk terus disosialisasikan. Sebab, zat-zat yang tidak tergolong narkotikan pun, belum tentu tidak berbahaya.
“Jelas perlu kita sosialisasikan ke masyarakat bahwa walaupun ini bukan narkotika tapi memiliki efek yang sama. Sama dengan bahan adiktif lainnya, merugikan dan merusak tubuh,” terangnya.
Sementara itu, Kabid pelayanan dan keperawatan rumah sakit Tripat Lobar, dr. Ahmad Fatoni menjelaskan banyak pasien yang ditangani rumah sakit bisanya penyitas narkoba mengalami perubahan fisik yang sangat cepat menyerang dari saraf hingga organ tubuh lainnya dan merusak jika terlambat dalam penanganannya.
“Semua organ bisa diserang ketika orang sudah kecanduan Narkoba tersebut” terang dr. Fatoni
dr. Fatoni juga menambahkan penyalahgunaan narkoba pada level akut biasanya sulit dilakukan penanganan medis dan tidak bisa sembuh secara total hal tersebut juga tidak bisa dilakukan proses rehab karena tingkat ketergantungan yang tinggi dan semua saraf dan organ tubuhnya sudah rusak
” Pada level ini bisanya penderita tidak sadarkan diri terhadap apa yang mereka lakukan” tutup dr. Fatoni