Mataram, 30 Januari 2024 – Penggunaan knalpot brong atau knalpot yang menghasilkan suara bising masih menjadi masalah di masyarakat. Hal ini dapat mengganggu ketertiban dan kenyamanan pengguna jalan lainnya, serta dapat menimbulkan polusi udara.
Direktorat Lalu Lintas Polda Nusa Tenggara Barat Kombes Pol. Romadhoni Sutardjo, S.I.K., M.H. memberikan penjelasan mengenai istilah “knalpot brong”. Beliau mengatakan bahwa istilah tersebut hanya digunakan oleh masyarakat, namun secara resmi dalam Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan (UU LLAJ) pasal 285 ayat (1) tidak menggunakan istilah tersebut.
“Dalam UU LLAJ, istilah yang digunakan adalah knalpot yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan,” ujar Dirlantas Polda NTB.
Persyaratan teknis dan laik jalan untuk knalpot kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 56 tahun 2019 tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan bermotor yang sedang diproduksi.
“Untuk pengguna sepeda motor, ambang batas keluaran suara dari knalpot yang diperkenankan adalah sebagai berikut:
Kapasitas mesin dibawah 80cc: 85 dB(A)
Kapasitas mesin 80cc – 175cc: 90 dB(A)
Kapasitas mesin lebih dari 175cc: 95 dB(A)
Jika knalpot kendaraan bermotor mengeluarkan suara yang melebihi ambang batas tersebut, maka dapat dikatakan bahwa knalpot tersebut tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan,” jelas Dirlantas Polda NTB.
Penggunaan knalpot yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan dapat dikenakan sanksi pidana atau denda sesuai dengan Pasal 285 ayat (1) UU LLAJ. Sanksi pidananya adalah kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp250.000.
Dirlantas Polda NTB menghimbau kepada seluruh pihak untuk sama-sama mengikuti ketentuan yang ada. Khususnya untuk penggunaan knalpot, sebaiknya hanya digunakan untuk kegiatan tertentu, misalnya saat event resmi (road race, dragrace dan sebagainya). Untuk rutinitas sehari-hari, sebaiknya menggunakan knalpot yang memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.