Mataram, – Sejumlah wartawan yang hendak meliput acara Kopdawil DPW PSI NTB yang dihadiri ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, pada Kamis (28/12) mengalami perlakuan tidak menyenangkan dari panitia acara. Mereka dilarang masuk ke dalam ruangan acara dan bahkan diancam dengan bahasa verbal menggunakan pengeras suara.
Salah seorang panitia bernama Dedi Irawan yang diketahui menjadi salah satu Calon Legeslatif (Caleg) daerah pemilihan Gerung, Lombok Barat, di depan ribuan kader PSI yang berada di dalam ruangan meminta awak media segera meninggalkan lokasi acara.
“Yang jelas sudah ada SOPnya,silahkan sebelum kami menggunakan kekerasan itu saja.” ucap Dedi.
Bahkan Dedi juga kembali menegaskan agar awak media segera meninggalkan ruangan.
“sekali lagi kami tidak akan segan-segan biar katanya ada SOP, mohon mohon,terserah mohon mau dipakai media terserah saya nggak mau tau,tanggung jawab saya masalahnya di sini.” tegasnya.
Caleg inipun apriori kembali mengulang dan meminta media segera beranjak.
“Mohon teman teman media,mohon dengan segala hormat,mohon dengan segala kemanusiaan kami tidak mau teman-teman media ada di dalam ruangan ini. Terimakasih” tandasnya.
Salah satu wartawan yang menjadi korban, Rahmatul Kautsar dari tvOne Mataram menceritakan kronologis kejadian tersebut. Ia mengatakan bahwa sebelumnya ia dan rekan-rekannya dari media lain, seperti Fitri Rahmawati dari Kompas TV,dan M Awaludin dari Berita Satu TV telah diberitahukan bahwa acara digelar tertutup. Namun, mereka masih diperbolehkan mengambil gambar ketika Kaesang masuk ke dalam ruangan, kemudian diminta untuk keluar.
“Kami terima saja, karena memang sudah ada aturannya. Tapi menjelang Kaesang masuk ruangan, tiba-tiba ada salah satu panitia yang diduga merupakan salah satu caleg asal Lombok Barat, mengumumkan untuk kami awak media meninggalkan ruangan dengan cara yang kasar. Dia bilang kalau kami tidak keluar, dia akan pakai kekerasan. Itu terekam dalam video,” ungkap Kautsar.
Tindakan panitia tersebut disoroti Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) NTB, Riadis Sulhi. Ia menilai bahwa cara-cara kolot seperti itu tidak seharusnya terjadi, apalagi di era keterbukaan seperti saat ini. Ia menegaskan bahwa media memiliki hak untuk mendapatkan informasi tentang kedatangan ketua PSI untuk disebar ke masyarakat.
“Seharusnya cara-cara kolot seperti itu tidak perlu terjadi, apalagi di era keterbukaan seperti saat ini. Media kan punya hak untuk mendapatkan informasi tentang kedatangan ketua PSI untuk disebar ke masyarakat,” tegas Riadis.
Ia juga menambahkan bahwa jika ada yang melarang, berarti dia tidak paham arti keterbukaan informasi. Dan jika memang acaranya digelar tertutup, seharusnya panitia bisa menyampaikannya dengan baik, tanpa harus dengan bahasa feodal seperti itu.
“Jika ada yang melarang berarti dia tidak paham arti keterbukaan informasi. Kita menyayangkan caranya begitu, ini tidak boleh terulang, harus menjadi catatan di intern partai,” tambah Riadis.
Riadis berharap agar PSI sebagai sebuah partai baru yang mengusung visi progresif dan solidaritas, harusnya bisa memberikan contoh yang baik dan santun dalam berinteraksi dengan media. (humIJTIntb)